104 Tahun Deklarasi Balfour, Tonggak Berdirinya Israel di Tanah Palestina

Yerusalem, SPNA – Tanggal 2 November 2021, tepat 104 tahun Deklarasi Balfour, di mana Inggris memberikan “hak sepihak kepada orang-orang Yahudi untuk mendirikan tanah air nasional mereka di tanah Palestina”.

Pada Minggu (31/10/2021), Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mengeluarkan keputusan untuk mengibarkan bendera Palestina setengah tiang di berbagai lembaga Otoritas Palestina, kedutaan besar dan kantor perwakilan Palestina di luar negeri, untuk mengenang Deklarasi Balfour.

Deklarasi Balfour adalah langkah pertama bagi Barat untuk mendirikan sebuah entitas bagi orang-orang Yahudi di tanah Palestina dengan menanggapi keinginan gerakan “Zionisme Global” dengan mengorbankan orang-orang yang sudah menetap dan hidup mendarah daging di tanah ini selama ribuan tahun lamanya.

Pengumuman deklarasi ini datang dalam bentuk surat yang ditujukan oleh Menteri Luar Negeri Inggris pada saat itu (Arthur James Balfour), di pemerintahan David Lloyd George, kepada Lord Rothschild, salah satu pemimpin gerakan Zionisme Global, setelah tiga tahun negosiasi yang terjadi antara pemerintah Inggris di satu sisi, dan Yahudi Inggris bersama gerakan Zionisme Global.

Melalui deklarasi ini, Zionis mampu meyakinkan Inggris terkait kemampuan mereka untuk mencapai tujuan Inggris dan mempertahankan kepentingan Inggris di kawasan tersebut.

Pendudukan Inggris di Palestina

Inggris menduduki Palestina pada tahun 1917, dan bekerja untuk memfasilitasi imigrasi orang-orang Yahudi ke tanah Palestina, serta untuk meneguhkankan atau memberdayakan kehadiran orang-orang Yahudi di tanah tersebut, sebagai langkah persiapan persiapan berdirinya Negara Israel pada tahun 1948.

Pemerintah Inggris telah mempresentasikan teks pesan Balfour kepada Presiden Amerika Serikat, Wilson, dan dia menyetujui isinya sebelum diterbitkan. Prancis dan Italia secara resmi menyetujuinya pada tahun 1918, selanjutnya Presiden Wilson secara resmi dan terbuka mengikuti langkah Prancis dan Italia secara resmi pada tahun 1919, begitu juga dengan Jepang.

Pesan tersebut berisi:

“Pemerintah Yang Mulia (Inggris) mendukung pendirian tanah air nasional bagi orang-orang Yahudi, dan akan menggunakan upaya terbaik dalam memfasilitasi pencapaian tujuan tersebut. Harus jelas dipahami bahwa tidak boleh melakukan sesuatu yang dapat merugikan hak-hak sipil dan agama non-Yahudi yang ada di Palestina, maupun hak atau status politik yang dinikmati oleh orang Yahudi di negara lain mana pun.”

Pada 25 April 1920, Dewan Tertinggi Sekutu, pada Konferensi San Remo, setuju untuk mempercayakan mandat kepada Inggris atas Palestina dan untuk menerapkan Deklarasi Balfour sebagaimana dinyatakan dalam Pasal Dua dari isi mandat.

Pada 24 Juli 1922, Dewan Liga Bangsa-Bangsa menyetujui rancangan mandat, yang mulai berlaku pada tanggal 29 September 1923. Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan dan menyatakan bahwa Deklarasi Balfour adalah deklarasi Barat, bukan hanya Inggris.

Penentangan Arab dan Protes Palestina

Reaksi Arab terhadap Deklarasi Balfour bervariasi antara keterkejutan, kecaman, dan kemarahan. Untuk menangani kebencian dan kemarahan orang-orang Arab terhadap Deklarasi Balfour, Inggris mengirim surat kepada Sharif Hussein melalui Kolonel Bast, di mana pemerintah Inggris menegaskan bahwa tidak akan mengizinkan permukiman Yahudi di Palestina, kecuali sesuai dengan kepentingan penduduk Arab, dalam hal ekonomi dan politik.

Meskipun begitu, hal sebaliknya terjadi, pemerintah Inggris pada saat yang sama mengeluarkan perintah kepada pemerintahan militer Inggris yang berkuasa di Palestina, untuk mematuhi perintah (Komite Yahudi) yang tiba di Palestina yang pada waktu itu dipimpin oleh Chaim Weizmann, penerus Herzl. Pemerintah militer Inggris yang berkuasa di Palestina juga diperintahkan untuk bekerja mengalihkan konvoi imigran Yahudi dari Rusia dan Eropa Timur ke Palestina dan memberi mereka perlindungan dan bantuan yang diperlukan.

Adapun rakyat Palestina, mereka tidak menyerah pada janji dan keputusan Inggris dan kenyataan praktis di lapangan yang mulai dipaksakan oleh gerakan Zionis dan gerombolan bersenjatanya. Sebaliknya, penduduk Palestina melawan melalui sejumlah revolusi berturut-turut, yang pertama adalah Revolusi Al-Buraq pada tahun 1929, kemudian Revolusi 1936.

Peran Gerakan Zionisme

Gerakan Zionisme Global dan para pemimpinnya memanfaatkan deklarasi ini sebagai dokumen hukum untuk mendukung tuntutannya yang diwakili dengan pembentukan negara Yahudi di Palestina, dan realisasi impian orang-orang Yahudi untuk mendapatkan janji dari salah satu negara besar untuk membangun “tanah air nasional” dan menyatukan diaspora Yahudi sesuai dengan orientasi gerakan Zionis.

Gerakan Zionis beralih dari hanya berteori ke tahap mengimplementasikannya setelah Kongres Zionis Pertama, yang diadakan di Basel, Swiss, pada tahun 1897. Kongres yang mendukung “Program Zionis” menegaskan bahwa Zionisme sedang berjuang untuk mendirikan tanah air bagi orang-orang Yahudi di tanah orang-orang Palestina.

Isyarat menuju Balfour muncul dalam teks “Deklarasi Kemerdekaan” dengan berdirinya negara Israel. Hal ini menjadi bukti bagi orang Yahudi, di mana kita dapat membaca dalam dokumen ini “kebangkitan nasional di negara yang diakui oleh Deklarasi Balfour”.

Orang-orang Yahudi dapat memanfaatkan potongan-potongan teks yang dikeluarkan Arthur Balfour, yang dikenal dekat dengan gerakan Zionis, dan kemudian “akta mandat, serta resolusi Majelis Umum 1947”, untuk membagi tanah Palestina demi mewujudkan impian Yahudi mendirikan Israel pada 15 Mei 1948, hingga entitas ini menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa di bawah tekanan dari sejumlah negara besar.

Dengan demikian, Israel menjadi negara pertama dalam sejarah sistem politik global yang didirikan di atas tanah milik orang atau bangsa lain, dan juga menerima dukungan internasional yang membuatnya leluasa memperluas dan merampas lebih banyak tanah Palestina dan Arab.

Deklarasi Balfour secara sepihak memberikan tanah air kepada orang-orang Yahudi yang bukan penduduk Palestina, tanpa melibatkan orang-orang Palestina. Hanya ada sekitar 50 ribu orang Yahudi di Palestina ketika deklarasi tersebut dikeluarkan dari jumlah keseluruhan orang Yahudi di dunia pada saat itu, yang diperkirakan sekitar 12 juta.

Sementara populasi Arab Palestina pada waktu itu adalah sekitar 650.000 warga yang, selama ribuan tahun, hidup dan mengembangkan kehidupan mereka di gurun, pedesaan dan kota-kota di tanah Palestina. Namun, deklarasi sepihak yang “tidak menyenangkan” telah mengabaikan mereka, hanya mengakui beberapa hak sipil dan agama penduduk Palestina, serta mengabaikan hak-hak politik, ekonomi dan administrasi mereka.

(T.FJ/S: Aljazeera)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top

kantor pusat

Jl. Bina Marga No. 25, C99 Business Park, Kaveling 9N, RT.08 / RW.03 Kel. Ceger, Kec. Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta 13850

Subscribe to our newsletter

Sign up to receive updates, promotions, and sneak peaks of upcoming products. Plus 20% off your next order.

Promotion nulla vitae elit libero a pharetra augue