Menunggu Israel Mengadakan Pesta Musik Disko di Masjid Al-Aqsa

Gaza, NPC – Pada awal bulan ini pengadilan Israel mengeluarkan keputusan untuk mengizinkan warga Yahudi beribadah ‘tanpa susra” di masjid Al-Aqsa. Meski akhirnya keputusan ini dibatalkan, keberanian Israel untuk mengeluarkan keputusan seperti itu tentu menarik untuk dicermati. Bisa saja kebijakan itu ditujukan hanya untuk mengecek gelombang kepedulian umat muslim dunia terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina.

Israel tidak begitu bodoh sampai mengadakan pesta musik disko di Masjid Al-Aqsa. Paling tidak untuk saat ini. Oleh karena itu, Pengadilan Israel di Yerusalem hanya memutuskan bahwa sudah menjadi hak warga Yahudi untuk melakukan “ibadah tanpa suara” di Masjid Al-Aqsa.

Hanya saja, ibadah tanpa suara tersebut memerlukan penjagaan ketat dari militer Israel. Mereka nantinya akan memaksa umat muslim untuk keluar dari Masjid Al-Aqsa agar saudara-saudara dari umat Yahudi dapat beribadah dengan “damai” tanpa gangguan.

Legalitas umat muslim untuk beribadah di Masjid Al-Aqsa, sedikit demi sedikit nantinya akan mulai diragukan. Dan pada akhrinya, setelah beberapa tahun, atau dekade, warga muslim akan dilarang untuk masuk ke Al-Aqsa, dengan dalih demi menjaga kesucian tempat, di mana Kuil Sulaiman akan dibangun.

Sejak awal, Israel telah mengadopsi strategi step by step, dalam mencapai tujuan mereka. Baik itu demi menghindari korban atau menghindari suara-suara pertentangan – meski tidak begitu besar- dari dalam masyarakat Israel sendiri. Dan, agar organisasi-organisasi Islam tidak memberikan penolakan yang berarti.

Strategi selangkah step by step berhasil dipraktikkan ketika berhadapan dengan Mesir. Mulai dari gencatan senjata tahun 1973 sampai Perjanjian Camp David pada tahun 1978. Langkah yang berhasil melemahkan kekuatan Arab dan dimanfaatkan untuk mengusir Gerakan Pembebasan Palestina dari Lebanon dan Yordania.

Setelahnya, berlangsunglah pernandatanganan kesepakatan damai antara Israel dan Yordania pada tahun 1994. Kesepakatan yang fokus pada poin-poin perdamaian dan melawan semua tindakan kekerasan. Hanya ada satu pasal pelengkap, yang berisi tentang hak istimewa Yordania terhadap situs-situs suci Islam yang ada di Kota Tua, Yerusalem.

Meski demikian, sedikit demi sedikit, keistimewaan tersebut terkikis dan akhirnya Yordania hanya memiliki hak diam atau mengecam terhadap aktivitas Israel di Yerusalem.

Pencaplokan tanah, yang berlangsung di semua wilayah Palestina, berawal dari satu dua kilometer, kemudian meluas menjadi ratusan bahkan ribuan. Sama halnya permukiman ilegal. Bermula dari beberapa keluarga Yahudi, kemudian berubah status menjadi permukiman ilegal, lalu menjadi permukiman yang sah menurut undang-undang Israel.

Begitu juga penggusuran, awalnya jarang terjadi, tapi kemudian berubah menjadi pemandangan biasa sehari-sehari.

Pemotongan tanaman zaitun milik warga, dulunya juga jarang terjadi. Namun saat ini menjelma menjadi tradisi tahunan bagi warga Yahudi, khususnya ketika saat-saat musim panen hampir tiba.

Politik step by step, juga berhasil membuat Organisasi Kemerdekaan Palestina (PLO) mau menandatangani Perjanjian Oslo tahun 1993, sebelum mendapatkan jaminan apapun terkait kemerdekaan Palestina. PLO hanya mendapatkan janji-janji yang hanya dihormati oleh pihak Palestina sendiri.

Hari ini, perihal kemerdekaan Palestina seolah ingin dilupakan. Pembicaraan tentang Palestina hanya terbatas pada misi kemanusiaan, tidak lebih.

Jadi, permasalahannya bukan hanya sebatas ibadah dengan atau tanpa suara, tapi lebih kepada usaha untuk menguasai Masjid Al-Aqsa dan menjadikannya sesuai dengan riwayat yang dibuat-buat oleh orang Yahudi.

Yordania sebenarnya punya kekuatan untuk berbuat sesuatu. Negara tersebut bisa memakai pasal kesembilan dalam Perjanjian Wadi Araba (Perjanjian damai antara Israel dan Yordania 1994), yang menyebutkan bahwa “Israel harus menghormati hak istimewa Yordania terhadap situs-situs suci di Yerusalem.”

Tapi, lagi-lagi Israel akan menganggap bahwa ibadah mereka itu adalah bagian dari kebebasan beragama dan toleransi yang merupakan poin utama dari perjanjian damai. Kedua pihak nantinya akan kembali mengadakan dialog tiga agama (Islam, Kristen dam Yahudi) untuk mempertegas toleransi.

Tapi sikap pasif yang ditunjukkan oleh Yordania dalam permasalahan ini, tentu tidak akan dilewatkan begitu saja oleh Israel.

Di sisi lain, tidak ada yang bisa diandalkan dari organisasi-organisasi yang ada di dunia Arab. Bahkan jika Israel nantinya mengadakan pesta disko atau menari salsa di Masjid Al-Aqsa. Mereka terlalu sibuk untuk sekadar memikirkan Al-Aqsa dan Palestina.

Pada akhirnya, solusinya hanya ada di tangan warga sipil dan muslim dunia.

Warga Yordania mampu memberikan pesan tegas kepada Israel dan pemukim ilegalnya. Dengan menentang kebijakan Israel tersebut serta mengadakan unjuk rasa dan protes. Seperti demonstrasi pembelaan terhadap Yerusalem, Gaza dan Palestina pada bulan Mei lalu, yang mencapai garis perbatasan Israel.

Hari-hari ke depan, saya yakin akan melihat bentrokan panas antara warga Palestina dan militer penjajah. Ini akan menjadi kesempatan penting bagi warga Yordania dan warga negara Islam lainnya, untuk menunjukkan kepedulian kepada Al-Aqsa dan Palestina.

(T.HN/S: AlQuds)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top

kantor pusat

Jl. Bina Marga No. 25, C99 Business Park, Kaveling 9N, RT.08 / RW.03 Kel. Ceger, Kec. Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta 13850

Subscribe to our newsletter

Sign up to receive updates, promotions, and sneak peaks of upcoming products. Plus 20% off your next order.

Promotion nulla vitae elit libero a pharetra augue