Penenun Wol Jalur Gaza Melawan Kepunahan

Jalur Gaza, SPNA – Kerajinan pemintalan dan tenun berkembang secara historis di sejumlah kota di Palestina. Pada masa sebelumnya, kota Majdal dan Ashkelon yang saat ini diduduki oleh Otoritas Israel, terkenal dengan pembuatan karpet dan mengekspornya ke Eropa oleh kelompok dagang melalui jalur laut. Namun, setelah tragedi Palestina dan pengusiran penduduk Majdal dan Ashkelon ke Jalur Gaza, profesi ini pun mulai menyebar di Jalur Gaza.

Penduduk Palestina Mahmoud al-Sawaf (75 tahun) dan anak-anaknya termasuk pengrajin terakhir yang sejauh ini terampil dalam menenun wol dan memintal berbagai karpet dan permadani menggunakan alat tenun kayu di Jalur Gaza.

Para pengrajin ini menggunakan mesin tenun manual untuk membuat karpet dan permadani. Alat kayu itu adalah alat utama yang digunakan dalam pemintalan karpet. Alatnya berupa perangkat kayu non-mekanis yang berisi 400 benang yang disusun secara paralel, dan di atasnya terdapat sepotong kayu yang disebut sisir, dan berfungsi untuk mengikat benang satu sama lainnya secara merata dan rapat tanpa menciptakan ruang hampa sama sekali, dan alat tenun berisi sepotong kayu lain yang disebut mathwaya, yang berfungsi untuk membungkus karpet.

Selama kunjungan Suara Palestina, Mahmoud Al-Sawaf mengatakan bahwa ia sangat tertarik dengan profesi menenun wol. Ia tetap menenun meskipun usianya sudah tua dan kurangnya permintaan pembelian, yang ia sebut hampir tidak ada pembeli.

Al-Sawaf menyatakan bahwa sebagian besar produksi mereka dilakukan untuk tujuan ekspor ke Tepi Barat dan sejumlah negara Arab dan Eropa. Ia menyebut bahwa para penenun tidak terlalu bergantung pada pasar lokal karena situasi ekonomi yang buruk secara menyeluruh yang terjadi di Gaza.

“Beberapa dekade yang lalu, industri tenun wol dan mesin tenun, tersebar di mana-mana di Jalur Gaza, tetapi mulai menurun dalam beberapa tahun terakhir ini, apalagi di tengah persaingan pakaian wol siap pakai dan kain industri impor,” ujar Al-Sawaf.

Pembuatan karpet manual menggunakan buatan tangan dimulai dari mengambil bulu wol dari binatang ternak, dikirim ke para pemilik industri tenun permadani, warna wol yang mentah kemudian dipisahkan satu sama lainnya, selanjutnya dilakukan pengeringan, dikirim untuk dipintal, diubah menjadi benang yang selanjutnya diwarnai agar berubah menjadi warna yang cerah.

Proses selanjutnya dicuci dengan air laut untuk menguatkan karakter warna dan kemudian baru dikerjakan. Di sini, kemudian tiba peran pengrajin menggunakan mesin tenun “An-Naul”, alat untuk menenun karpet dan produk tenun wol lainnya yang terdiri dari lubang di tanah seluas 120 cm kali dua meter, dengan kedalaman 80 cm.

Di dalam lubang tersebut ditempatkan bagian-bagian alat tenun yang disebut pedal, yang berfungsi untuk memegang bagian luar alat tenun, kemudian tahapan proses yang disebut “penjahitan” selesai dan proses menenun permadani pun selesai.

“Nama keluarga kami dikaitkan dengan profesi orang tua dan kakek-nenek kami, yang sangat terkenal dalam pembuatan dan pemintalan tekstil dan wol, sehingga mendorong mereka untuk memberi nama keluarga dengan Al-Sawaf (yang berarti pedagang wol),” ujar Mahmoud Al-Sawaf.

Ia melanjutkan pembicaraan dengan Suara Palestina sambil sibuk memperlihatkan berbagai jenis karpet dan wol terbaik yang dibuat oleh tangannya sendiri selama beberapa tahun terakhir ini. Ia menyimpannya sebagai warisan dan karya artistik yang indah.

“Karpet dan wol telah diproduksi keluarga kami selama lebih dari 400 tahun. Distribusi dan penjualannya bukan hanya sudah mencapai berbagai negara-negara Arab, tetapi telah sampai ibu kota Eropa seperti Paris, London, dan Washington,” sebut Mahmoud Al-Sawaf.

Ia menjelaskan bahwa semua karpet dan wol dibuat dengan tangan hanya menggunakan mesin tenun atau “An-Naul” manual. Karpet dan wol diproses selama berjam-jam dan dengan usaha yang keras. Hasli produksi ini kemudian dijual kepada penduduk Palestina dan warga asing dengan harga yang wajar dan terjangkau.

Dalam konteks pengembangan kerajinan tenun permadani ini, desain permadani Arab tidak hanya terbatas sebagai alas di lantai rumah saja, seperti pada masa lalu. Pada perkembangannya kerajinan ini dijadikan sebagai mural dan hiasan dinding di berbagai hotel dan gedung-gedung sebagai artefak atau benda seni yang mengekspresikan identitas negara. Permadani Arab buatan tangan dihiasi dengan bentuk geometris dan benang wol berwarna, yang menampilkan kemewahan yang indah.

Penggalian artefak kuno di Palestina menunjukkan bahwa alat yang digunakan untuk memintal tenun di Palestina muncul 5000 tahun yang lalu, dan di antara kota penting yang terkenal dengan kerajinan tenun dan permadani adalah kota Al-Majdal, kota Palestina yang telah diduduki Israel sejak 1948.

(T.FJ/S: Noureddine Jamal Al-Harazin, Suara Palestina)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top

kantor pusat

Jl. Bina Marga No. 25, C99 Business Park, Kaveling 9N, RT.08 / RW.03 Kel. Ceger, Kec. Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta 13850

Subscribe to our newsletter

Sign up to receive updates, promotions, and sneak peaks of upcoming products. Plus 20% off your next order.

Promotion nulla vitae elit libero a pharetra augue