Syeikh Bakirat Khawatir Apa yang Terjadi di Al-Aqsha Bencana Awal dari Perang Agama

Yerusalem, SPNA – Wakil Direktur Jenderal Wakaf Yerusalem dan Perkara Masjid Al-Aqsha, Syeikh Najih Bakirat, pada Sabtu (23/10/2021), mengatakan bahwa apa yang terjadi di Masjid Al-Aqsha adalah awal dari perang agama yang mungkin kita tahu awalnya tetapi tidak tahu akhirnya.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Pusat Informasi Palestina (Palinfo), ia menekankan bahwa serangan, doa, dan salat alkitabiah bertujuan mengubah realitas budaya atau peradaban dan mewujudkan kota Yahudi, dengan kuilnya yang diduga berada di reruntuhan Masjid Al-Aqsha.

Ia menjelaskan bahwa penyerbuan yang dilakukan gerombolan pemukim Yahudi ke kompleks Masjid Al-Aqsha, merupakan perang sistematis yang dimulai secara bertahap sejak 1967, ketika pada saat itu penyerbuan tidak melebihi 10 orang selama waktu pariwisata.

Syeikh Bakirat menunjukkan bahwa pendudukan Israel secara bertahap memaksakan realitas Yahudi di atas tempat bersejarah umat Islam, Masjid Al-Aqsha, setelah Sharon menyerbu masjid, ketika Gerbang Mughrabi dikuasai polisi Israel, dan sejumlah kelompok besar Yahudi mulai memasuki Al-Aqsha hingga 2015, ketika anggota Knesset atau pemimpin Yahudi ekstremis ikut menyerbu kompleks Al-Aqsha.

“Serangan bertahap ke Al-Aqsha terus meningkat hingga mencapai ribuan penyusup Yahudi yang masuk selama beberapa hari,” sebut Syeikh Bakirat.

Ia menyebut bahwa hal ini merupakan perang sistematis dengan latar belakang dan salah satu tujuannya adalah otoritas pendudukan Israel ingin memaksakan hak bagi kaum Yahudi di Masjid Al-Aqsha. Pendudukan Israel juga bermaksud ingin mewujudkan kesucian Yahudi di Al-Aqsha yang tidak ingin dibagi dua, yang ingin dilakukan sepihak tanpa berdialog atau bernegosiasi.

Syeikh Bakirat menunjukkan bahwa perjuangan menghadapi pendudukan Israel yang sangat berdampak besar bagi penduduk Palestina di Yerusalem, di mana menyebabkan banyak kasus penangkapan, pembunuhan, dan deportasi atau larangan ribuan penduduk muslim Yerusalem untuk mengunjungi kompleks Al-Aqsha.

Pendudukan Israel memanfaatkan kelemahan Arab, negara kawasan, dan negara-negara munafik utama yang bias terhadap narasi alkitabiah dan bias terhadap pelaku eksekutor, sehingga mengorbankan korban. Perubahan dimulai sejak tahun 2000, ketika penurunan sikap internasional dan sikap masyarakat internasional terkait Al-Aqsha dimulai, khususnya ketika mengabaikan segala sesuatu yang terjadi di lapangan,” sebut Syeikh Bakirat.

Ia menyatakan bahwa setelah pertempuran Saif Al-Quds, pandangan sejumlah negara telah bergeser ke hal yang dilakukan oleh kekuatan pendudukan Israel dalam upaya intimidasi dan seruan ke arah perang agama.

Syeikh Bakirat menyebutkan bahwa terdapat sekitara 80 persen masyarakat Israel yang bergerak menuju ekstremisme, di mana pemerintahan Bennett adalah salah satu pemerintahan ekstremis.

Ia mengingatkan bahwa ada faktor yang membantu dalam perang sayap kanan melawan Al-Aqsha ini, di mana yang paling menonjol adalah kelompok ekstremis dan sayap kanan Yahudi, serta para pemimpin permukiman yang mampu menyusup ke semua aparat pemerintah Israel.

“Di sisi lain, ada kebangkitan Islam di dunia yang mengandalkan metode, analisis, peningkatan dan spesialisasi,” sebut Syeikh Bakirat.
Ia menekankan bahwa perang dengan negara pendudukan Israel tidak hanya dilakukan di tanah Palestina atau dengan politik, perang membela kesucian, identitas dan perjuangan Palestina telah dilakukan secara keseluruhan dan menyeluruh di berbagai dunia Islam.

Syeikh Bakirat menunjukkan bahwa perjuangan Palestina adalah keseimbangan kekuatan bangsa, menunjukkan bahwa Masjid Al-Aqsha, yang merupakan simbol perjuangan Palestina, telah mulai kembali ke simbol umat Islam.

Ia juga menekankan bahwa sudah mulai muncul kesadaran di Barat dan dunia Islam dalam solidaritas dengan Yerusalem dan perjuangan Palestina.

Pemakaman Yusufiya

Syeikh Bakirat juga menunjukkan kekhawatiran serangan dan penghancuran kompleks Pemakaman Yusufiya. Ia mengatakan bahwa Pemakaman Yusufiya merupakan perpanjangan Bab Al-Rahma di sepanjang tembok timur Kota Tua dari Bab Al-Asbat hingga mencapai Burj Al-Luqluq, di mana Yusufiya membentang di area seluas sekitar 30 dunum atau 3 hektare.

Syeikh Bakirat menekankan bahwa keputusan pengadilan pendudukan Israel yang melanjutkan pekerjaan penghancuran dan buldoser di Pemakaman Yusufiya di Yerusalem tidak dapat diterima.

“Keputusan tersebut tidak dapat diterima. Keputusan itu tertolak, tidak bisa diterima, karena tidak berdasarkan pada hukum apa pun yang nyata,” sebutnya.

Syeikh Bakirat menambahkan bahwa pengadilan pendudukan Israel menunjukkan pelanggaran terang-terangan dengan menyerang situs kesucian orang yang sudah meninggal, yang dijamin oleh semua hak asasi, agama samawi, dan dijamin oleh Konvensi Jenewa tahun 1954 dan 1974.

Ia menjelaskan bahwa proyek tersebut adalah serangan terhadap tanah wakaf dan serangan terhadap asal-usul dan akar peradaban rakyat Palestina. Serangan asal-usul Palestina di Yerusalem ini bertujuan untuk menghilangkan karakter bangsa Arab dan menciptakan realitas peradaban baru yang Israel inginkan di kota Yerusalem.

Syekh Bakirat menekankan bahwa melalui proyek ini pendudukan Israel bukan melakukan tindakan reformasi, tetapi melakukan tindakan kriminal untuk menciptakan taman dan jalur alkitabiah bagi para ekstremis Yahudi, yang secara berkala melakukan pelanggaran terhadap kesucian dan serangan harian ke Masjid Al-Aqsha.

Selama ini, pihak internasional menganggap Yerusalem adalah kawasan yang sejatinya harus berada di bawah kewenangan internasional, dan diberikan status hukum dan politik yang terpisah. Hal ini diputuskan dalam resolusi Majelis Umum PBB Nomor 181 tahun 1947. Resolusi tersebut juga memberikan mendat berdirinya negara Israel dan Palestina yang berstatus merdeka.

Selama perang 1967, Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat di mana Masjid Al-Aqsha berada. Kemudian, pada 1980, Israel mencaplok seluruh wilayah Yerusalem Timur dan menggolkan undang-undang yang menyatakan bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel. Tindakan yang melanggar hukum internasional dan dunia Internasional. Sampai sekarang Israel tidak peduli dan bahkan turut membangun kantor pemerintahannya di Yerusalem.

(T.FJ/S: Palinfo)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top

kantor pusat

Jl. Bina Marga No. 25, C99 Business Park, Kaveling 9N, RT.08 / RW.03 Kel. Ceger, Kec. Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta 13850

Subscribe to our newsletter

Sign up to receive updates, promotions, and sneak peaks of upcoming products. Plus 20% off your next order.

Promotion nulla vitae elit libero a pharetra augue